Film The Architecture of Love: Menyadarkan Saya Untuk Terus Menulis


Film Indonesia, sekarang sudah semakin berkualitas. 

Itulah yang saya rasakan saat hari ini ke bioskop (07/05/2024). Terutama saat saya melihat  trailer film bergenre horor Indonesia. Beberapa treatment dan ceritanya tidak kalah seperti film horor-horor luar.

Namun kali ini saya tidak menonton film bergenre horor, melainkan menonton film romansa yang berjudul The Architecture of Love yang dimainkan oleh Nicholas Saputra dan Putri Marino sebagai pemeran utama.

Film ini diangkat dari novel Ika Natassa, salah satu novelis favorit saya juga. Bercerita mengenai seorang arsitek (River) dan seorang penulis (Raia) dari Jakarta yang bertemu di kota New York.

Raia seorang penulis novel yang novelnya di filmkan berjudul Rindu. Dimana di dalam Novel tersebut banyak terinspirasi dari sang suami yaitu Alam yang diperankan oleh Arifin Putra.

Sebuah pencapaian yang naik level bagi seorang penulis, ketika novelnya difilmkan sekaligus Raia sendirilah yang menulis sekenarionya. 

Namun sayang, karir seorang Raia tak semulus kisah cintanya. 

Tepat di hari launching film "Rindu", sang suami yang sakit izin pulan lebih dulu ternyata ke gap selingkuh dengan wanita lain yang menyebabkan rumah tangga mereka akhirnya hancur. Sejak kejadian tersebut Raia terkena Writer's block, ia tidak bisa menulis sama sekali.

Akhirnya Raia pergi ke New York untuk mencari inspirasi kembali dalam menulis. Disitu ia bertemu River seorang arsitek yang senang menggambar dan bercerita mengenai sejarah setiap gedung karena setiap gedung punya ceritanya.


Feed back tentang film ini

Visual untuk menggambarkan kota New York sebagai kota cinta selain Paris agak kurang tereksplor. 

Sinematik untuk menggambarkan kota New York sedikit kurang juga.

Sayang kan udah shoot jauh-jauh ke Amerika. Feel Amerika nya kurang terasa.

Kalau dari segi cerita, endingnya cukup ke tebak dan benar tenakan saya, siapa pria misterius yang suka kirim bunga ke Raia. 

Pelajaran yang sangat berharga yang bisa saya ambil dari film ini :

1. Jujur sama perasaan sendiri itu tidak apa-apa. Dari pada gak pernah berani untuk mengungkapkan.

2. Dalam hidup rasa cinta dan sakit hati itu sudah satu paket. Dalam hidup akan selalu ada positif dan negatif tinggal kita aja punya nyali atau tidak.

3. Teruslah menulis, sebagai blogger yang pernah jadi writer di media online. Ini saya merasa di sadarkan. Writer block itu pilihan, kita mau coba nulis lagi atau pause.  Kalau pause kitq gak akan bakal jadi apa-apa.

Sedangkan untuk menulis sesuai mood atau suasana hati, ini saya antara setuju dan tidak. Saat mood lagi bagus memang membantu kita membuat tulisan itu mengalir.

Tapi apa mau ? Kita harus selalu nunggu mood, maka kitalah yang harus atur mood dan membangun mood kita sendiri. Apapun pekerjaannya mood itu bisa kita atur dan ciptakan. 

Karena orang lain gak akan peduli dengan mood kita dan mereka tidak ada kewajiban untuk bertanggung jawab akan hal tersebut.


Comments