Media Mainstream dan Persaingannya Dengan Kanal Individu Seperti Influencer & Artis


Media online dari media mainstream saat ini mudah di akses oleh banyak orang melalui perangkat mobile seperti smartphone dan juga tablet. 

Kemudahan penyebaran berita melalui media sosial dan aplikasi chatting memberikan pernanan yang cukup besar untuk kunjungan traffic bagi para pelaku di industri media.

Namun, kemudahan penyebaran berita juga menjadi momok tersendiri. Terlebih masyarakat kita sering menyebarkan berita hanya dari headline nya saja. Tanpa memahami betul apa isi yang dimaksud.

Untuk meningkatkan traffic, seringkali media online membuat  headline berita dengan gaya bahasa yang "klik byte". Namun isi dari artikel atau beritanya tidak sebanding dengan judulnya yang cukup heboh.

Hal ini nampaknya maklum terjadi, mengingat banyak pekerja di media mainstream yang dikejar oleh target dan traffic harian yang cukup tinggi.

Pendapatan dari media mainstream saat ini paling besar adalah di iklan, dan traffic  tentu saja menjadi salah satu faktor penentu mahal atau tidaknya placement di media tersebut.

Saat ini, hampir semua media mainstream dikuasai oleh politik. Menjelang kampanye biasanya ada banyak media yang mendukung lebih ke kiri atau ke kanan. Untuk media yang netral atau berada ditengah-tengah pun tidaklah mudah. 

Tidak menutup mata, hal ini juga terjadi di negara lainnya seperti Amerika. Media banyak dikuasai oleh politik. Meski demikian media yang netral, media independen dengan semangat jurnalisme yang tinggi masih tetap ada walaupun jumlahnya tidak banyak.

Saat ini media mainstream di era digital memiliki tantangan baru. Yakni media sosial dari akun individu seperti influencer, key opinion leader (KOL), hingga public figure dan selebriti.

Banyak media mainstream yang kalah traffic dengan para pesohor. Sebut saja salah satunya dengan Deddy Corbuzier yang sudah memiliki subscriber Podcast di Youtube lebih dari 19 juta dengan viewers  paling rendah sekitar 1,5-2 juta views pervideo.

Mungkin bagi media mainstream angka 1,5-2 juta views itu sudah cukup tinggi. Tapi di Podcast Deddy itu adalah angka views paling rendah.

Itupun baru 1 kanal dari 1 pesohor, belum lagi podcast Deddy masuk di channel lainnya seperti spotify. Selain Deddy tentunya para artis Indonesia tak mau ketinggalan juga memproduksi Youtube seperti Baim Wong, Ruben Onsu, Ayu Ting Ting,  Andre Taulany hingga Maia Estianty dengan ALELDUL TV.

Belum lagi channel dari Youtuber maupun Selebgram kenamaan seperti David Gadgetin, Tasya Farasya, hingga Atta Halilintar dan keluarganya.

Bagi anak milenial dan Gen Z, Youtube dan aplikasi Video Streaming lebih diminati ketimbang menonton TV konvensional. Sebab anak sekarang tidak ingin menunggu untuk menonton sesuatu di hari dan jam tertentu. Mereka lebih suka menonton video atau acara kapanpun mereka mau. Mau malam, siang, sore paling-paling yang ditunggu hanya episode terbaru yang memang biasanya sudah terjadwal di hari tertentu.

Acara dari media mainstream yang masih cukup bagus ratingnya adalah sinetron. Terutama bagi penonton yang berada di daerah-daerah sinetron masih menjadi tontonan favorit. Mengingat akses internet yang kencang dan stabil di beberapa daerah di Indonesia masih terbilang sulit dan biaya streaming jauh lebih mahal dibanding menonton dari televisi konvensional.

Biaya produksi Youtube jauh lebih kecil dibanding stasiun televisi yang membutuhkan pemancar, satelit, crew, dan juga tim kreatif. Begitu juga melakukan Live di media sosial jauh lebih simpel bisa hanya bermodal hp Android dan ringlight. 

Meskipun untuk Live secara profesional juga membutuhkan alat-alat yang proper seperti kamera, crew, lighting, green screen dan lainnya.

Banyak brand saat ini yang lebih senang placement ke media sosial (chanel) artis dan influencer. Sebab mereka bisa di direct lebih bebas oleh para pelaku brand. Dengan hasil yang lebih maksimal, terukur dan juga cost yang bisa disesuaikan.

Pengaruh media sosial dari para influencer maupun artis di era digital saat ini. Rasanya lebih ngefek dibanding media mainstream yang sudah ketinggalan viewers dan engangement. 

Namun media mainstream tetap digunakan oleh brand jika brand ingin tetap memasang TVC, kegiatan peliputan seperti launching product, CSR maupun lainnya sebagai image perusahaan. 

Media konvensional dan media mainstream masih tetap digunakan oleh brand, namun saat ini bukan menjadi satu-satunya pilihan untuk mendapatkan awareness yang besar.

Selain media sosial, ada chanel lainnya seperti program matic, jaringan bioskop, iklan di aplikasi seperti games dan video streaming juga tak kalah menariknya bagi para brand. Terlebih analitic yang real time seperti iklan tersebut di klik sampai menjadi convertion bisa di ukur sehingga lebih efisien dibanding konvensional.





Comments