Setiap Anak itu Berbeda, Mereka Unik Sistemlah yang Membuat Mereka Harus Memenuhi Standard

Setiap anak itu unik, mereka berharga...

Sistemlah yang membuat kita dari sekolah harus memenuhi standard

  • Tidak bisa matematika dibilang bodoh
  • Lupa mengerjakan PR dibilang malas
  • Dapat nilai jelek dibilang gak serius belajar

Padahal sistem pendidikan yang saya dapat dulu rasanya cuma

  • Mengerjakan LKS
  • Catat papan sampai habis
  • Di dikte untuk menulis dan menghitung cepat 
  • serta harus mendapatkan nilai sempurna.

Dari kecil kita sudah di lombakan rangking 1-10

Padahal satu kelas di sekolah dasar saya, mencapai 43-44 siswa. Rasa gak adil lagi ketika ujian nasional, belajar 3 tahun hanya ditentukan dalam 3 hari.

Lebih parahnya, yang tidak lulus di sekolah saya adalah anak yang dinilai pintar oleh sistem sekolah. Karena pernah menjadi juara di kelasnya. Saya yang merasa bodoh, saat itu merasa lebih beruntung walau nilainya pas-pasan bisa lulus.

Saya sangat mendukung ketika keponakan saya home schooling sejak dia pra TK. Karena sistem belajar tiap anak berbeda, minat dan bakat setiap anak gak pernah sama.

Saat orang menganggap negatif home schooling,

Apakah anak yang sekolah di sekolah formal akan dijamin kesuksesannya suatu hari kelak? Tentu tidak!

Karena sistem orang tua dulu, yang penting anak sekolah sampai sarjana dengan nilai bagus dan kalau kerja bisa jadi pegawai negeri biar tuanya mendapatkan uang pensiun.

Beberapa teman saya, yang mengikuti saran orang tuanya menjadi pegawai negeri sedikit menyesal. Karena ternyata tidak sesuai ekspektasinya.

Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan menjadi pegawai negeri atau swasta. Orang tua juga tidak bisa disalahkan, yang salah adalah kita yang tidak bisa memperjuangkan apa yang kita inginkan.

Banyak pandangan negatif orang tua dulu ketika anak ingin menjadi pekerja seni, mengambil jurusan seni, apalagi menjadi seorang gamers.

Mau jadi apa kamu nanti? *Disalahin lah Ps nya dibilang Play Setan..😄😄

Padahal, jika dilihat industri games misalnya. Di Indonesia industri ini memberikan kontribusi cukup besar. Yang saya ingat pada 2015, pendapatan Indonesia saat itu mencapai USD 321juta dan menjadikan Indonesia peringkat 2 di Asia Tenggara dan peringkat 29 dari 100 negara.

Bahkan saat itu, saya pernah mewawancarai teman saya seorang akuntan yang terjun menjadi profesional gamers di sela-sela kesibukannya. Ia bercerita, seorang gamers profesional bisa mengantongi USD 1000 perbulan, belum lagi jika mendapatkan sponsor.

Berkat orang malas saat ini melahirkan ide dan inovoasi. Ketika orang malas keluar rumah, sekarang bisa memesan makanan dari aplikasi di smartphone sambil rebahan.

Sambil rebahan juga kita bisa cek mutasi perbankan. Melakukan transaksi pembayaran dan tidak hanya itu saja, sekarang kita bisa membuka tabungan tanpa harus datang kekantor cabang.

Kepraktisan-kepraktisan sekarang ini sebenarnya jawaban dari orang-orang yang malas bukan dari orang-orang rajin.

Jika semua orang rajin, tidak akan ada inovasi praktis yang dapat memanjakan kita hari ini.

Comments

  1. biarkan anak tumbuh sesuai kodratnya
    kadang orang tua memaksakan keinginan mereka
    suka kasian melihatnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. ia kadang suka seperti itu apalagi orang tua dulu
      untungnya ortu saya membebeaskan mau jadi apa
      sesuai keinginan

      Delete
  2. iya label ke anak karena lemah pada satu bidang tuh masih kentara ya kak, sebel sama orang yg begitu wkwkk

    ReplyDelete
    Replies
    1. ia bener banget!
      padahal kan semuanya gk bisa di ukur dari 1 mata pelajaran aja

      Delete
  3. Eh iya bener bgt kak, aku jaman SD sampai SMP juga gitu, ngerjain LKS, catat tulisan di papan sampai selelsai dan keselnya aku sering jd sekretaris, suruh nulis di papan, punyaku sendiri aku tulis di rumah.

    Waktu SMA, pertama kalinya sistem standar minimal di terapkan, dari sekolahku ada sekitar 6 orang yg ga lulus dan salah duanya teman baikku, ga adil bgt emang, sekolah 3 th ditentukan cuma 3 hari, itupun soalnya mutiple choice, jujur aja multiple choice menurut aku ga fair karna byk yg nilainya bagus karna faktor HOKI, asal jawab tapi bener, padahal standar kelulusan yg dipake cuma nilai UAN.

    ReplyDelete
    Replies
    1. waduh senasib
      jaman sma aku juga nulis nya di papan tulis dan juga nulis di buka
      astaga gk tuh..kayak cuma buang buang waktu aja catet papan tulis padahal ketika itu ada internet mesin foto kopi jg..

      Delete
  4. Sebenarnya kita sadar, klo sistem pendidikan kita kurang bagus, tapi apa daya, belum bisa merubah.
    padahal kita bisa contoh saja negara yang sudah bagus menerapkan sistem pendidikan, seperti Finlandia atau Jepang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau di Jepang bagus banget memang .. dan orang-orang jepang memiliki habit membaca yang lumayan tinggi di banding negara lainnya..

      Delete

Post a Comment