Ketika belajar dari orang terkaya maka kekayaan bukan menjadi hal yang utama

Bincang sore sama Pak Martin Hartono dari bahas budaya, keturunan, pendidikan, ekonomi, hingga politik 

Saat saya memasuki SMA, orang tua saya membelikan sebuah buku karangan Robert Kiyosaki yang berjudul Rich Dad Poor Dad atau jika di bahasa Indonesiain "Ayah yang kaya dan ayah yang miskin". Singkat cerita buku itu, cukup bagus karena membuat pikiran saya terbuka bagaimana cara uang bekerja dan bagaimana uang bekerja untuk kita.

Meski pada akhirnya, buku tersebut menuai kontroversi dari berbagai pihak. Tapi, buat saya itu menjadi sudut pandang lainnya untuk saya tanamkan di hidup saya. "Suatu saat saya akan bekerja, bekerja dengan apa yang saya senangi dan itu akan membuat saya merasa tidak bekerja, seperti main-main saja setiap hari".



Selama 9 tahun terakhir saya sudah mencicipi berbagai lingkungan kerja di berbagai perusahaan. Dua kali berada di lingkungan startup dan juga dua kali bekerja di perusahaan asal Tiongkok. Saya mempunyai gambaran tersendiri terhadap perusahaan Indonesia dan Tiongkok.

Menurut saya perusahaan Tiongkok yang datang ke Indonesia, mereka benar-benar fight dan lebih realistis. Serta pada akhirnya penjualan dan penghasilan itu titik mereka yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup perusahaan.

Mereka bergerak  lebih cepat, bikin sesuatu yang baru dan harus membuat orang tertarik, sesuai dengan kebutuhan konsumen dan akhirnya  konsumen membeli atau menggunakan.

Namun kekurangan perusahaan startup Tiongkok, mereka sedikit kurang jelih dalam membaca pasar dan habit orang Indonesia. 

Terkadang banyak project yang  tidak works untuk di terapkan di Indonesia. Sehingga perubahan rencana akhirnya sering kali terjadi.

Sebelumnya, waktu saya bekerja di perusahaan startup yang memang di danaiin sama keluarga wong sugih se-Indonesia bahkan urutan puluhan se-dunia ini.

Kerjanya sedikit lebih santai, perusahaannya gak perlu buru-buru mikirin profit. Bahkan seolah yang penting "berjalan aja dulu" biar keliatan keren sambil lihat perusahaan-perusahaan lain yang sedang fight dengan cara bakar-bakar duit.

Memang kalau soal keuangan, mereka rasanya gak perlu takut gak punya profit sih. Karena nanti tinggal perusahaan keluarga atau group bisa turun tangan.

Misalnya perusahaan anak membeli jasa di perusahaan cucu, 
perusahaan bapak membeli produk perusahaan anak yang satunya, belum lagi ada perusahaan menantu yang tak kalah besar di Indonesia.

Dan pada akhirnya, memang benar orang-orang yang super kaya itu sudah mengerti cara uang bekerja dan rata-rata mereka bisa mengelolanya dengan sangat baik.

Bahkan mereka membuat uang seolah seperti alat permainan saja."ibarat uang-uangan di permainan monopoli" yang sudah bisa mereka atur dan tebak cara kerjanya bahkan bisa membuat uang berputar disitu-situ aja.

Sebab secara gak sadar nih, semua uang perusahaan maupun karyawan juga akhirnya akan kembali tersimpan, terkumpul dan berputar di Bank milik keluarga mereka.

Belum lagi perusahaan-perusahaan lain di luar sana, atau mungkin juga kalian menyimpan  dan menggunakan produk keuangan di Bank mereka.

Beberapa hal yang saya pelajari dari bisnis keluarga Djarum adalah kesederhanaan dan kepatuhan akan pajak. 

Selain itu, saya juga bertanya-tanya mengapa Djarum yang sebesar itu  tidak memiliki kantor berupa tower atau gedung bertingkat seperti Sampoerna? (kecuali menara BCA).

Kesederhanaan lainnya adalah kayaknya mereka tidak terlalu lebay menggunakan body guard. Mungkin sebenarnya ada, akan tetapi tidak terlalu mencolok seperti pengusaha atau pejabat lainnya. 

Mereka pun tidak terlalu suka di ekspose mengenai kekayaan atau dijuluki orang kaya ter-ter di Indonesia. 

Ketika kita belajar dari orang terkaya, mereka tidak pernah membahas mengenai kekayaan. Beda dengan pebisnis yang mungkin kekayaannya belum seberapa terlebih yang dari pengusaha yang dari zero. Pasti lebih bahasnya soal harta yang sudah dimilikinya dan bagaimana perjuangan serta pencapaiannya. Seperti sudah memiliki mobil sport, rumah mewah, liburan mewah, sepatu, tas atau jam tangan mewah yang mungkin tidak bisa dibeli oleh kita sebagai masyarakat kebanyakan. 

Biasanya pengusaha yang tajirnya belum seberapa mereka hanya berfokus pada dirinya sendiri (selfish) mulai dari menjual cerita perjalanan hidup, perjalanan bisnis, dan hal-hal yang membanggakan dirinya.

Tapi memang itu sih cerita kesuksesan yang laku dijual di Indonesia.  Perjalanan orang miskin menjadi sukses dan bisa hidup mewah sangat menarik perhatian.

Coba lihat orang-orang terkaya seperti pendiri facebook, pendiri Apple dan lainnya mereka begitu sederhana. Bahkan baju mereka hampir sama itu-itu saja yang sangat simpel setiap hari. 

Hal pribadi seperti rumah, tempat tidur dan isi lemari bukan konsumsi untuk publik dan mereka sudah tidak ada waktu untuk memamerkan kekayaan mereka karena hal itu sudah biasa.


MENYISIHKAN UANG UNTUK DITABUNG SECARA RUTIN!



Hal yang paling saya ingat  yang pernah di ajarkan Pak Armand adalah habit untuk menyisihkan uang dengan rutin itu sangat penting. Caranya bisa dicoba ditabung diawal saat kita menerima gaji dengan menyisihkannya mungkin Rp300-500ribu dahulu setiap bulan. 

Nanti bertambah dan jika sudah banyak kita bisa deh beli deh produk-produk investasi atau keuangan lainnya. 

Untuk makan dan membeli pakaian bisa diganti dengan produk lain yang lebih murah tapi berkualitas. Misalnya aja lokal brand, dengan membeli barang lokal maka itu membuat ekosistem perekonomian UMKM kita dapat berjalan. 

Meski dianjurkan menabung, kita juga dianjurkan untuk berbelanja asalkan belanja dengan bijak dan sesuai kebutuhan.

Saya akui  baik Pak Armand atau Pak Martin memiliki kharisma yang berbeda dari pengusaha-pengusaha atau pebisnis kebanyakan yang berfokus pada diri sendiri.

Mereka itu berisi banget, pintar akan tetapi penyampaiannya seolah tidak menggurui. 

Orangnya terlihat lebih kalem aja gitu, tetapi kalau ditanya ini itu mulai dari Ekonomi, Bisnis sampai Budaya sangat mengerti dan sangat update. 

Bahkan ketika menjawab sebuah pertanyaan mereka menjawab dengan penuh antusias dan menjelaskannya dengan cara yang ringan bahkan mengundang tawa.





sumber: bisnis.com

Comments

  1. Orang2 kaya lama ini memang beda dengan orang2 kaya baru :). Belasan tahun kerja di bank asing, aku udah banyak melayani tipe nasabah prioritas yg kami bagi jd 2 golongan. OKB dan OKL hahahahah. OKL seperti keluarga Djarum, Ciputra, itu beda memang attitude ya kalo DTG ke bank. Aku prnh serve mereka, dan kluarganya humble bangetttttt. Ga sok merintah, ramah, dan sederhana . Padahal mereka punya bank sendiri. Tp saat TRX di bank tempat aku kerja, dan ada aturan2 charge , misalnya kayak penarikan mata uang lebih dari limit perhari, itukan ada charge. Dan mereka mau patuh loh. Ttp bayar chargenya.

    Beda Ama OKB, yg lgs ngomel kalo liat fee TRX, ato kalo di serve terlalu lama. Lgs bawa2 "CEO kamu itu temen sayaaa yaa. Kamu mau dilaporin ke dia??" . Pgn rasanya ngelempar mesin uang ke OKB begini hihihihi..

    Makanya aku mau banyak belajar dari nasabah2 ku yg tipe OKL ini. Kesederhanaan mereka, ramah dan ga sombong samasekali. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ia beda banget ya.. hahaha selalu bawa bawa koneksi! agak arogan ingin nya diangkat2 deh...

      Kalau tipe orang kaya lama tuh beda banget, dari cara berpakaian, attitude, dan lainnya walau sederhana tapi tetep keliatan orang kaya nya! hahahaa..

      Delete
  2. Saya juga kadang suka berpikir, orang kaya itu butuh nya apa ya, kalo uang kan mereka mungkin berlimpah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kadang mereka butuh libur mungkin hehee..

      Kayaknya mereka lebih ingin berdampak untuk masyarakat deh

      Delete
  3. Belajar bagaimana harta dan benda itu tidak disimpan di dalam hati, tapi cukup di luar hati saja.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul..Karena kalau di dalam hati nanti baper :D

      Delete

Post a Comment