Mengikuti Chairman's Challange 2018 membuat saya lebih mensyukuri hidup


Masih teringat jelas 8 tahun lalu, ketika saya mengikuti mata kuliah  money & banking yang dibawakan oleh salah satu dosen yang pernah menjadi guru di beberapa sekolah di Kabupaten Bogor, berkata:

“Indonesia itu sangat luas, sehingga pendidikan dan perekonomian masih sulit merata. Tidak usah jauh-jauh ke daerah terpencil. Jika kalian, main ke daerah Bogor (yang bukan kota) yang masih agak kampung seperti sekolah tempat Ibu mengajar.

Disana kalian bisa melihat sekolah-sekolah dengan fasilitas yang  sangat minim. Bahkan, siswa-siswi Ibu banyak yang berasal dari keluarga kurang mampu. Yang orang tuannya sehari-hari bekerja sebagai buruh. Tetapi, mereka memiliki semangat tinggi untuk belajar”, Ungkap sang dosen.

Mendengar kondisi pendidikan, perekonomian, dan kehidupan yang  masih jauh dari kata layak. Membuat perasaan saya saat itu cukup miris.

Apalagi daerah yang diceritakan masih relatif dekat, masih area Jabodetabek.


Menengok Kampung Mulyasari

Kini  2018, ketika pengguna internet Indonesia mencapai 143 juta dan mobilitas masyarakat Ibukota semakin tinggi.

Cobalah tengok Kampung Mulyasari, Desa Sukamulya, Kecamatan Sukamakmur, Bogor, Jawa Barat. Desa ini hanya berjarak sekitar 60 kilometer dari Jakarta.

Kampung Mulyasari merupakan salah satu desa yang belum dialiri listrik (PLN). Sumber listrik mereka berasal dari kincir turbin yang berputar di tengah arus anak sungai Cipamingkis.

Seperti dilasir dari Tempo.co, Kampung Mulyasari juga disebut Kampung Putus Sekolah. Sebab tak ada penduduknya yang memiliki ijazah sekolah dasar.

Hampir seluruh anak, dari 58 kepala keluarga disana tidak mengenyam pendidikan.

Satu-satunya tempat menimba ilmu bagi anak Kampung Mulyasari adalah sebuah Madrasah  berukuran kurang lebih 4x12 meter yang sangat minim fasilitas dan tenaga pengajar.

Jangan harap ada bangku atau kursi di Madrasah yang menampung sekitar 50 murid tersebut. Lampu untuk memfasilitasi kegiatan belajar pun tak ada.

Menjadi bagian dari volunteer Chairman’s Challange mengunjungi Kampung Mulyasari

Pada Sabtu, 3 November 2018. Saya senang sekali karena berkesempatan untuk menghadiri penutupan acara Chairman’s Challge 2018 di Kampung Mulyasari yang diadakan oleh Prudential Indonesia.

Sebagai perusahaan asuransi yang telah hadir selama 23 tahun melayani masyarakat Indonesia. Prudential pun memiliki tanggung jawab sosial, perusahaan ini memiliki Program Community Investment yang diinisiasi oleh Chairman Prudential di London dan dilaksanakan di setiap Local Business Unit (LBU).

Dan ini adalah tahun ke-11, program Chairman’s Challage dilaksanakan. Di mana tahun ini Prudential Indonesia mengusung konsep “Bangun Desa, Bangun Indonesia”. 

Dengan konsep tersebut, Prudential berharap dapat membantu masyarakat melalui program pendidikan, perbaikan kesejahteraan ekonomi, dan peningkatan kualitas kesehatan. 



Dibantu lebih dari 200 staf volunteer, kegiatan Chairman’s Challage dilakukan selama 5 minggu, setiap Sabtu dari 6 Oktober – 3 November 2018. 

Prudential juga bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Bogor, Prestasi Junior Indonesia (PJI), Institut Pertanian Bogor (IPB) dan seluruh warga Kampung Mulyasari.

Beberapa program yang berhasil dilakukan selama 5 minggu antara lain seperti perbaikan dan penambahan bangunan madrasah. Instalasi panel surya, perbaikan MCK dengan menambah 4 bilik baru, pendidikan literasi keuangan sekolah dasar, penyediaan buku-buku pelajaran, instalasi 15 buah lampu jalan yang menggunakan sensor cahaya,  dan program pertanian berkelanjutan yang diawasi oleh IPB. 


Akses menuju lokasi yang cukup sulit

Nah, ini menurut saya momen paling seru dan menjadi pengalaman tak terlupakan.
Untuk ke Kampung Mulyasari, saya dan tim Chairman’s Challage berangkat dari Hotel Lorin Sentul International Circuit sekitar pukul 7.00 pagi menggunakan mobil.

Namun, untuk sampai ke atas. Hanya bisa dilalui oleh pejalan kaki. Sebab, jalannya tidak terlalu lebar, terjal, dan masih banyak tanah serta bebatuan.

Untungnya cuaca hari itu cukup cerah.

Gak kebayang, gimana licinnya bila hujan terun? Pasti jalannya sangat becek dan sulit untuk dilalui.
Dibutuhkan waktu kira-kira satu jam, untuk mendaki kaki gunung Pancaniti hingga sampai ke Kampung Mulyasari.

Bagi yang terbiasa naik gunung, track ini sebenarnya tidaklah sulit. Untungnya, saya rajin berolahraga seminggu dua kali. Sehingga kaki saya tidak terlalu kaget ketika menanjak dan nafas tidak ngos-ngosan.

Oh ya, tersedia juga ojek bagi yang tidak kuat mendaki. Namun, untuk mendaki jalanan securam itu dengan ojek. Saya merasa agak-agak ngeri. Apalagi ojek-ojek disana, banyak juga yang hanya menggunakan motor biasa. Namun, sudah di modifikasi agar bisa melewati medan tanah serta bebatuan yang sangat terjal.

Kecerian anak Kampung Mulyasari

Rasa lelah saya pun terbayar sudah, ketika melihat senyum dan keceriaan anak-anak Kampung Mulyasari. Mereka sangat antusias menyambut para volunteer Chairman’s Challange 2018.
Beberapa anak Madrasah berbusana muslim tersebut. Terlihat sedang asyik bercanda, berfoto dan bermain bersama para volunteer.

Pembagian sovenir seperti peralatan sekolah dan juga jajanan khas anak-anak seperti gulali, rambut nenek dan pop corn membuat mereka semakin gembira.

Keceriaan juga semakin terpancar ketika peresmian dua bangunan madrasah untuk santri putra dan putri yang telah selesai dibangun.

Sekarang, anak kampung Mulyasari sudah memiliki tempat belajar baru yang lebih luas. Mereka bisa belajar tadarus hingga maghrib karena bangunan sudah dilengkapi dengan lampu yang bersumber dari panel surya.

Setelah meninjau bangunan Madrasah, kami pun meninjau kebun yang sekarang dikembangkan tidak hanya ditanami kopi. Beberapa sayuran dan tanaman obat pun juga ditanam untuk mengobati jika ada warga yang sakit.

Mereka akan dibina dalam program pertanian lanjutan dan selama satu tahun akan diawasi secara berkala dari IPB.


Nini Sumohandoyo, Corporate Communications and Sharia Director Prudential Indonesia mengatakan “Prudential Indonesia berkomitmen tinggi untuk terus memberikan kontribusi sosial kepada masyarakat. Salah satunya melalui Chairman’s Challange di mana selama 5 minggu di luar jam kantor, mereka menyalurkan tenaga mereka untuk berbagi dan mereka happy. Bahkan jumlah tahun ini lebih banyak hingga lebih dari 200 orang.

Kampung Mulyasari hanyalah satu dari 20,432 kampung di Indonesia (21.6% dari total kampung Nusantara) dengan pembangunan yang dinilai tertinggal.

Nini berharap pemberian pelatihan, pembekalan dan pembangunan fasilitas dapat meningkatkan kualitas dan taraf hidup warga Kampung Mulyasari dan Kampung ini bisa menjadi desa yang mandiri. 

Sore itu, acarapun ditutup dan kami turun meninggalkan Kampung Mulyasari menuju Jakarta.


Saat turun, ternyata jalannya lebih menegangkan. Apalagi saya memutuskan untuk menggunakan ojek. 

Kebayang dong gimana rasanya, sepanjang perjalanan saya merasa deg-degan sudah seperti naik jet coaster. Hingga posisi duduk saya beberapa kali lebih menjorok kedepan.

Sebanyak tiga kali kayaknya saya minta turun, karena  seram melewati turunan-turunan dengan jalan bebatuan yang tidak merata tersebut.

Setelah sampai dibawah, huhhh..rasanya lega banget dan ini menjadi pengalaman berharga yang tidak terlupakan. 

Comments

  1. Ngeri banget ya riza track menuju kampung mulyasari. Pantes aja sampe skrg blm tersentuh pembangunan infrastruktur dr pemerintah. Tapi saya salut banget sama semangat community investment Prudential ini

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ia parah bgt yaa,, belum tersentuh jalanannya padahal kondisi gak jauh beberapa kilometer dari kampung udah ada indomaret dan rumah2 bagus

      Delete
  2. Cuma 60 kilometer dari Jakarta tapi listrik (PLN) belum masuk dan masyarakat masih mengandalkan listrik dari turbin. Luar biasa; maksudnya adalah masyarakat mandiri hehehe. Lewat kegiatan ini akhirnya jadi banyak yang tahu, termasuk saya yang baca dari jauh, tentang jalur menuju ke sana serta program/kegiatan dari Prudential ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ia kak, bayangin sedih ya.. hiksss aku jd makin bersyukur

      Delete
  3. Aku pun gitu naik ojek justru makin ngerinya kak tapi kalau jalan kaki duhh ga kuat euy secara jalanannya cuma bebatuan sama tanah aja. Setelah pulang dari sini aku jadi lebih bersyukur sih dan berharap semoga desa Mulyasari ini bisa lebih baik, lebih maju dan diperhatikan oleh Pemda setempat untuk membangun infrastruktur jalan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Deg deg an kak.. naik ojek dgn jalan bebatuan n terjal..huhuuuhh uji nyali

      Delete

Post a Comment